Membuat petisi online tidak bisa sembarangan, bisa dihukum
Era digitalisasi telah membuat hampir semua hal menjadi mungkin secara online. Tak terkecuali petisi yang justru dilakukan secara massal melalui platform online. Siapapun dapat memulai petisi untuk mengkampanyekan atau menemukan solusi untuk masalah umum di masyarakat.
Tapi tahukah Anda, jika seseorang mengajukan petisi, sanksi dapat dijatuhkan sesuai dengan aturan platform yang digunakannya. Demikian dijelaskan Direktur Komunikasi Change.org, Arief Aziz.
Siapa pun dapat benar-benar bekerja di Change.org untuk memobilisasi pendukung dan bekerja dengan pengambil keputusan untuk menemukan solusi.
“Untuk memastikan semua orang dapat mengajukan petisi, cukup buka Change.org, klik Mulai Petisi, dan jawab beberapa pertanyaan. Dan siapapun yang memulai petisi bisa langsung mengirimkan petisinya,” ujar Arief Aziz, Direktur Komunikasi Change.org, baru-baru ini.
Namun, ada hal-hal yang dapat mengakibatkan permohonan dapat diturunkan oleh pemrakarsa. Konten yang mengandung kekerasan, pornografi, ujaran kebencian, dan disinformasi tidak boleh disertakan dalam petisi.
Jika Anda menemukan konten yang melanggar Pedoman Komunitas atau Persyaratan Penggunaan kami, konten tersebut dapat dihapus. Bukan hanya ada pengurangan, bahkan sanksi berat pun dijatuhkan.
“Jika pemrakarsa petisi mengunggah konten yang merupakan pelanggaran serius atau berulang, kami bahkan dapat menangguhkan atau menutup akun,” katanya.
Soal disinformasi, dia mengaku sulit untuk dikategorikan. Karena jika melihat Panduan Komunitas, kasus disinformasi ini tidak bisa sembarangan digambarkan sebagai permintaan disinformasi.
“Misalnya, jika kita melihat satu hal di sini bahwa disinformasi pada petisi dapat memiliki efek yang sangat negatif, maka kita mungkin memutuskan untuk menariknya kembali. Tapi nanti permintaan dari pihak yang berwajib membuat petisi tersebut menjadi lebih kuat sehingga bisa kami cabut,” ujarnya.
Ia mencontohkan kasus petisi berjudul “Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM): Selamatkan Bayi Kita dari Toksik Bisphenol A (BPA)” yang akhirnya dihapus karena berisi disinformasi.
Dalam hal ini, Arief mengaku diminta Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengunggah surat di media sosial untuk menurunkan petisi karena dianggap disinformasi. Kemudian pihaknya langsung mengirimkan surat resmi kepada tim global pusat agar pencabutan petisi bisa diproses.
“Kami juga memberitahu pemrakarsa petisi apa yang terjadi dengan alasan penolakan petisi tersebut,” katanya. (jpg)
Sumber :